Hidup
Dalam Hati
Hai
nama gue Fatyoka, saat gue nulis ini gue lagi lanjutin studi di sebuh perguruan
tinggi di Jerman. Hari ini tepat 2 tahun kepergian sahabat gue Reihan. Entah
bagimana nama itu tak pernah lekang dari ingatan gue, begitu juga dengan
kisahnya. Ntah bagaimana kabar Dio sekarang. Gue nggak pernah denger tentang
dia setelah gue memutuskan untuk meninggalkan masa lalu yng sampai saat ini pun
nggak berhasil gue tinggalin.
Waktu
itu Reihan dan gue memutuskan untuk kuliah di kota kelahirannya Surabaya. Sebelum
akhirnya gue dan Reihan kenal Dio. Tetangga aneh yang cuman keliatan di pagi
dan malam hari doang. Gue sih nggak terlalu tertarik dengan cowok yang aneh-aneh
gitu, tapi nggak sama Reihan. Mulai dari seminggu kita tinggal di tempat itu Reihan
selalu betah duduk di balkon depan kamarnya. Ya, Dio si cowok aneh itu memang
tinggal bersebrangan dari rumah kita, jadi gampang banget dilihat dari balkon
kamar Reihan yang memang di desain menghadap balkon tetangga depan rumah.
“Han…
lo aneh banget sih akhir-akhir ini” cetus gue penasaran
“aneh
gimana?loe kali yang aneh punya gigi di pagerin! Hahaha”
“akhir-akhir
ini lo betah banget duduk di balkon liatin tetangga, hayoooo…. Loe naksir cowok
aneh itu ya??”
“hahaha…
sinting loe masak iya gue sukak sama cowok yang sama sekali nggak gue kenal,
jangankan dia Joe aja yang udah gue kenal setahun nggak pernah gue terima
cintanya”
“ya
udah kenapa lo nggak carik tau aja siapa tu cowok”
“tumben
otak lo encer?? Biasanya aja nunggu di panasin dulu baru encer”
“brengsek
lo! Udah ah, gue mau tidur, capek gue lo kacangin mulu, noh!liatin tu cowok
sampai mata lo copot!”
“wooooi
bangun!! Molor mulu!!” teriak Reihan
“ini
minggu kali Han! Biarin gue tidur bentar lagi kenapa sih?heran gue nggak bisa banget
liat gue seneng dikit!”
“ya
udah, gue mau pergi!”
“kemana
lo? Rapi banget”
“mau
kerumah depan!”
“hahahahaha,
mau ngapain lo?? Mau ketemu tu cowok aneh??”
“iya”jawabnya
sambil berlalu
Ntah
bagimana cara Reihan ketemu tu cowok dan bahkan sekarang dia mulai sering
cengngengesan depan layar Hp. Nggak lama setelah Reihan jadi sinting, akhirnya
gue tau nama tu cowok Dio. Dan untuk pertama kalinya gue liat Reihan jadi orang
yang selalu memperhatikan penampilannya.
“Han!”
“ape???”
“Han!”
“brisik
amat sih lo! Lagi asik nonton ni”
“ya
ela gitu aja marah! Ehh… gue mau nanya ni, lo naksir Dio ya?”
“mmmm….
Nggak tau”
“loe
aneh tau nggak, cerita ke gue kenapa!gue yakin lo jatuh cinta kan?”
“yah,
gimana gue mau cerita, gue aja nggak yakin sama perasaan gue.”
Masih
musim hujan di penghujung tahun waktu itu. Nggak berasa waktu udah berjalan 3
tahun semenjak kejadian di beranda itu. Kedekatan antara Dio dan Reihan semakin
terjalin erat. Gue yakin di antara mereka ada sesuatu yang lebih istimewa dari
pada hanya seorang teman. Ntah apa yang berhasil membuat mereka bungkam tentang
apa yang nyata mereka hadapi. Bahkan musim dan tahun yang telah mereka jalani
seolah buta untuk melihat tentang rasa yang tak terbendung di antara mereka.
Hari
itu 24 Desember 2011, pagi kelabu bagi Reihan. Mata ceria yang gue lihat 3
tahun lalu berubah sembab dan layu. Ada genangan kepedihan di sana.
“Dio….”
Ungkapnya lirih “kenapa dia nggak pernah cerita ke gue Tyo???”
“Dio
pasti punya alasan kenapa dia nggak pernah cerita ini ke lo Han”
“tapi
ini nggak adil Tyo! Gue temennya!tapi gue nggak pernah tau apa yang terjadi
sama dia!”
“ya
gue bisa apa lagi Han??, gue jugak nggak pernah tau kalau ternyata dio mengidap
kangker hati yang udah parah gini Han”
Seminggu
setelah Dio menjalani perawatan iya di perbolehkan pulang. Ada sedikit cahaya
kecil di mata Reihan waktu itu.
“Dio,
kenapa lo nggak pernah cerita kalau lo punya kangker??” Tanya Reihan pelan,
namun suara itu masih dapat gue denger dari dapur tempat gue sengaja berdiri
menjauhi mereka.
“maaf han, gue nggak pengen orang tau tentang gue”
cetus Dio dingin
“tapi
gue bukan orang lain buat lo Dio, kita udah ngejalanin pertemanan ini selama 3
tahun! Apa gue masih nggak berhak tau tentang lo!”
“maaf
han, ini salah gue, tapi sekarang lo bukan cuman tau apa penyakit gue, tapi udah
tau sampai kapan lengan lemah ini bisa mendekap lo, ya lo pasti bisa tebak
ending dari gue. Thanks lo udah temani kesendirian gue selama ini, maaf Han,
gue rasa mulai hari ini lo harus belajar ngelupain gue”
“lo
apa-apaan sih!lo fikir gue temen yang cuman ada saat temenya bahagia??lo fikir
gue apa?dawai gitar yang putus kalau udah letih lo mainin setiap malam?lo nggak
ngerti apa-apa tentang perasaan gue Yo”
“gue
ngerti, gue cukup ngerti bahkan tanpa lo bilang Han! Tapi ini keyataan yang
harus lo hadapi!gue bakal mati Han!!! Gue nggak bisa kemo lagi, gue nggak bisa
dapat cangkokan hati han!! Hidup gue nggak semudah cerita-cerita tokoh novel
yang selalu lo baca!nyokap bahkan bokap gue nggak punya uang lagi untuk gue!gue
bakal mati han cepat atau lambat!”
“ngak
Dio lo nggak bakal mati!nggak bakal!” teriak Reihan seraya menubrukkan tubuhnya
yang sejak seminggu lalu lunglai ke pintu dan berlalu.
Ya,
kedua orang tua Dio udah nggak punya kerjaan lagi. Setelah bokapnya bangkrut
terpaksa butik punya nyokapnya di jual untuk nutupin biaya rumah sakit Dio
seminggu itu. Apa lagi yang bisa Dio
lakukan selain menunggu penyakitnya mengerogoti sampai lelah. Seandainya gue
yang jadi salah satu di antara mereka gue nggak tau mesti ngapain.
Sudah
2 hari semenjak percakapan pertama mereka yang pernah gue dengar. Reihan masih
enggan membuka pintu kamarnya bahkan hanya untuk sekedar mengecap manisnya
coklat hangat yang sengaja gue buat untuknya.
“Han…
lo keluar dong”rengek gue seraya mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.”Han mau sampai
kapan lo kayak gini?? Udah 2 hari lo nggak keluar kamar, dan lo jugak nggak
ngejengukin Dio lagi. Ni gue buatin coklat hangat buat lo. Lo butuh asupan
nutrisi buat lo sendiri Han!”
“peduli
apa gue sama Dio? Dia udah gue kenal selama 3 tahun tapi apa, dia sama sekali
ngak bisa hargai gue sebagai temannya! Toh kalau gue mati karna nggak makan dia
jugak nggak bakal pedulikan”
“Han,
tapi lo harus denger kabar gue kali ini. Dio masuk rumah sakit lagi dan kali
ini parah Han.”teriak gue kesel.
“lo
nggak lagi ngakal-ngakalin gue supaya gue keluar kan?”
“Han,
lo kenal gue dari kecil kan? Kapan gue bhong sama lo, apa lagi masalah kayak
gini Han.” Timpal gue makin kesel tapi kali ini pintu kamar itu bener-bener kebuka.
“lo
ikut gue!”
“kemana
Han? Gue belum rapi ni…”
“nggak
perlu rapi, ngak ada jugak orang yang mau liatin lo dirumah sakit”
“yakan
mana tau ada dokter yang jomblo liatin gue”
“Tyo!!!
Bisa nggak kita nggak becanda?”
“iya2….”
Roda
mobil kali ini merayap dengan kecepatan tinggi menuju parkiran rumah sakit. Gue
putusin untuk diam selama perjalanan sampai dirumah sakit. Gue tau Reihan
paling ngak bisa di ajak ngobrol kalau dia lagi kalap. Gue dan Reihan nggak
masuk keruangan tempat Dio dirawat tapi kita memutuskan menemui dokter yang
merawatnya.
“maaf
dok mengganggu, saya Reihan temen akrab
dari Dio pasien di kamar 201 yang sedang anda tangani” cetus Reihan seraya
mengulurkan tangan kearah dokter yang sedang berdiri di tepi jendela untuk
mengamati suasana kota Surabaya di malam hari.
“oh
iya, Dio. Pasien dengan penyakit kangker hati yang masuk 2 hari lalu, ada
keperluan apa ya?”
“saya
ingin mengetahui perkembangan Dio sekarang dok, apa sudah ada pendonor yang
cocok dengan Dio?” tenya Reihan serius setelah di persilahkan duduk dengan
dokter itu.
“sebenarnya
saya sudah menemukan pendonornya tapi, sampai saat ini pihak keluarga belum
memberikan kami uang jaminan untuk oprasi ini. Sementara oprasi harus segera
dilakukan karna kondisi Dio semakin menurun, saya takut hal-hal yang tidak di
harapkan terjadi mbak.”
“kira2
berapa biaya yang di butuhkan untuk semuanya dok?sampai Dio bener2 sembuh?”
“untuk
biaya pihak rumah sakit sudah berusaha melakukan pemotongan tapi kami tidak
bisa memotong biaya terlalu besar, biaya semuanya sampai Dio benar2 dalam
keadaan sehat kira-kira 500juta mbak”
“500juta
dok? Apa nggak ada pemotongan lagi dok?”
“maaf
mbak, kami tidak bisa membantu terlalu banyak”
“baik
lah dok, saya yang akan membiayai operasi dan perwatan ini, saya mohon lakukan
segera operasi itu dok. Beri saya waktu seminggu untuk mencari dananya.”
“maaf
mbak berdasarkan peraturan rumah sakit oprasi bisa di lakukan jika mbak sudah
membayar setengahnya, saya harap mbak bisa membayar setengahnya besok, karna
oprasi harus segera di lakukan mbak”
“baik
dok, bosok malam saya bayar setengahnya, tapi tolong lakukan yang terbaik untuk
Dio dok.”
“pasti
mbak”
“terimkasih
dok, saya permisi dulu”
Kami
berlalu menuju ruangan Dio dirawat tapi Reihan hanya berdiri diam diambang
pintu yang tertutup rapat dan hanya memilki sepetak kaca transparan untuk
melihat pasien dari luar.
“han,
dari mana lo mau dapat uang 250juta dalam sehari dan sisanya dalam waktu
seminggu?” Tanya gue khawatir
“gue
punya tabungan 200juta yo.” Jawabnya seraya berjalan menuju ke bangku kosong
yang memang di sediakan untuk para tamu
”terus
50 jutanya gimana?gue nggak punya abungan sebnyak itu han, gue cuan punya 10
juta”
“gue
jual mobil gue yo, jadi untuk sementara gue nebeng sama lo yo”
“ok,
seandainya memang kita berhasil ngumpulin uang 250juta terus sisanya mau gimana
han?gue nggak yakin kita bisa cari uang segitu bnyak dalam waktu seminggu”
“gue
bakal galang dana, gue punya ifent panjat tebing dalam minggu ini yo, gue bakal
manfaatin acara tu buat galang dana”
Hari
itu tepat 4 hari setelah pembicaraan kami dirumah sakit. Dan di hari yang sama acara
penggalngan dana itu berjalan lancer. Sampai akhirnya tiba saat nya reihan
harus memanjat tebing yang untuk kali ini baru pertama iya panjat. Dan
sebenarnya Reihan udah lama nggak bisa panjat tebing karna cedera bahu yang iya
alami 6 bulan lalu saat turnamen di Singapore.
“han,
lo yakin mau tetep manjat?”
“yakin
yo, kalau gue nggak manjat dana ini nggak akan terkumpul yo, gue nggak mau Dio
kenapa2”
“tapi
gue yang takut lo kenapa2 han, lo ingetkan lo nggak boleh manjat sampai lo
bener2 sembuh dan lo kan belum sembuh han”
yo,
gue yakin apa yang gue lakukan ini adalah pilihan terbaik yang pernah gue
ambil”
“lo
hati2 ya….”
“yo,
kalau seandainya gue kenapa-napa gue mintak tolong lo ambil surat yang udah gue
tulis di laci kamar gue 2 hari yang lalu, tolong lo baca dan lo kasi ke
nama-nama yang ada dalam surat gue. Dan gue mohon donorkan hati gue ke Dio”
“lo
apa-apaan sih han! Kyak mau mati aja, kalau lo mati Dio gue ambil loh, makannya
lo jangan mati, hahahahaha”
“hahahaha….
Pokoknya liat aja nanti”
Gue
nggak pernah nyangka tawa hari itu adalah tawa terakhir dari Reihan, itu jugak
pembicaraan terakhir gue sama dia. Hari itu 7 Januari 2012 kecelakaan yang Reihan
alami merenggut nyawanya. Reihan jatuh dari tebing yang iya panjat padahal
beberpa meter lagi iya berhasil mencapai puncak. Setelah beberpa jam reihan
dirawat di rumah sakit Reihan menghembuskan nafas terakhirnya dan di hari yang
sama dio mendapatkan donor hati dari reihan. Dio nggak pernah tau siapa
pendonor hati itu.
Sekarang
tanggal 17 february 2012, hari ke 40 setelah kepergian Reihan. Gue lebih
memilih diam dalam kamar, gue syok, temen yang dari kecil gue kenal harus
meninggal dengan organ yang nggak lengkap lagi. Gue baca lagi surat yang pernah
ditulis Reihan buat gue, dan Dio.
Dear
dio……..
saat lo baca surat ini gue pastiin kita nggak akan pernah bersama lagi dio. Gue mintak maaf selama ini gue nggak pernah jujur sama perasaan gue sendiri. 3 tahun bukan waktu yang mudah buat gue nutupin semunya dari lo, gue sayang lo dio, lebih dari jalinan tali persahabatan yang selama ini kita jaga. Gue cinta lo dio. Hahahahaha… sebenernya ini malu-maluin, tapi gue harus bilang ke lo tentang perasaan gue slama ini. Lo nggak usah GR dulu, gue nggak mau jadi pacar lo, karana itu nggak akan mungkin bisa lagi. Kebodohan gue kenapa nggak dari dulu aja gue bilang ke lo. Tapi mungkin ini lah takdir yang telah tuhan tetapkan buat kita.
saat lo baca surat ini gue pastiin kita nggak akan pernah bersama lagi dio. Gue mintak maaf selama ini gue nggak pernah jujur sama perasaan gue sendiri. 3 tahun bukan waktu yang mudah buat gue nutupin semunya dari lo, gue sayang lo dio, lebih dari jalinan tali persahabatan yang selama ini kita jaga. Gue cinta lo dio. Hahahahaha… sebenernya ini malu-maluin, tapi gue harus bilang ke lo tentang perasaan gue slama ini. Lo nggak usah GR dulu, gue nggak mau jadi pacar lo, karana itu nggak akan mungkin bisa lagi. Kebodohan gue kenapa nggak dari dulu aja gue bilang ke lo. Tapi mungkin ini lah takdir yang telah tuhan tetapkan buat kita.
Gimana
keadaan lo sekarang? Pasti udah baikan ya…
syukur lah, memang itu yang gue harapin. Semoga lo bisa merasakan gue ada dalam diri lo saat ini.
syukur lah, memang itu yang gue harapin. Semoga lo bisa merasakan gue ada dalam diri lo saat ini.
Dio,gue
titp hati gue di lo ya………….
J
J
Dear
vatioka…..
Eh
lo ngapain??? Jangan cemberut gitu dong…
muka lo udah ancur, jagan ditambahin sama bibir lo yg manyun dong….
hahahahahahahaha :D
muka lo udah ancur, jagan ditambahin sama bibir lo yg manyun dong….
hahahahahahahaha :D
Tio,
lo sahabat gue yang paling gue sayang, tetep jadi tio yang gue kenal meskipun
kita nggak ketemu lagi. Gue tau hal ini pasti terjadi sama gue, makannya gue
nulis ini buat lo dan dio. Gue mintak maaf tio, gue belum bisa jadi sahabat lo sampai kita tua, seperti yang
telah kita janjikan dulu. Maaf gue nggak bisa nepatin janji kecil kita. Sekarang
mungkin gue lagi liatin lo dari tempat gue yang baru, tapi sayang lo nggak bisa
liat gue. Dan sekarang pasti gue lagi kangen banget sama lo, gue titip nyokap
sama bokap ke lo ya, jadiin mereka orag tua lo. Oh ya satu lagi, lo jangan
kelamaan jomblo, cowok di kampus kan banyak, masak iya nggak ada satu pun yang
lo taksir, atau jangan-jangan lo jeruk mkan jeruk lagi….
hahahahahahahaha
becanda gue….
udah ah, bosen gue ngeledekin lo, gue mau tidur, gue lelah tio, maaf kalau tidur gue ini bakalan lama.
hahahahahahahaha
becanda gue….
udah ah, bosen gue ngeledekin lo, gue mau tidur, gue lelah tio, maaf kalau tidur gue ini bakalan lama.
Daaa
tio…
“Tio……..”teriak
suara dari luar pintu kamar gue
“siapa???” jawab gue
“ini gue Dio”
dengan gontai gue buka tu pintu, seonggok daging pucat yang tertopang rangka itu gue temukan tepat di depan pintu kamar gue
“lo to, kapan lo pulang?” Tanya gue seraya jalan menuju ruang makan
“iya, baru semalam gue pulang, mana Reihan?? Kok nggak keliatan sih, gue kangen dia, uah lama gue nggak ketemudia”
“huft……”keluh gue seraya meletakkan segelas air putih di meja dan duduk secara bersamaan “ini ni waktu yang nggak pernah gue pengennin kehadirannya” gumam gue
“eh, lo udh sehatan sekarang kan?” Tanya gue mengalihkan pembicaraan
“ya, udah lebih baik lah, mana sih reihan tio? Gue kangen banget sama dia…”
“seberapa penting dia buat lo?? Dan apa artinya dia buat lo?”
“ya penting lah, gue sayang dia yo, gue baru sadar gue mencintai dia”
“trus, kenpa nggak dri dulu lo bilang ini ke dia?”
“gue nggak mungkin nyatain perasaan gue sementara waktu itu gue mau mati, gue ngak mau ngelukain siapapun yo”
“dan sekarang, lo tetep mau nyari dia???”
“iya, gue mau nyatain perasaan gue ke dia yo, lo bisakan bantuin gue??”
“kalau lo emang pengen ketemu dia, lo ikut gue sekarag jugak”
“kemana?”
“ntr lo jugak bakal tau kemana? Tunggu gue siap-siap dulu” gue bergegas kekamar, ganti baju dan lalu gue samber tumpukan surat yang Reihan kasi ke gue.
“yo gue masih nggak ngerti kita mau kemana” cetus Dio memacah heninganya sura jalanan yang saat itu gue lalui. Tapi gue memutuskan buat diem seribu bahasa. “sekarang apa lagi?? Masak kita kesini pagi2 sih yo??”
“ini tempat reihan sekarang, disini reihan tinggal” cetus gue gemetar seraya menunjuk gundukan tanah yang telah berlapis rumput hijau, sepertinya sengaja di tanam oleh sang pengelola pemakaman sehingga menghasilkan bentyk ang sangat rapi. “ini surat2 yang harus lo baca” . gue liat mata sayu itu berputar kesetiap sudut kertas, menelusuri apa yang tertuis di dalamnya. Lalu tubuh Dio lunglai terduduk disamping makam itu. “lo telat buat nangis, udah lebih dari sebulan dia terbujur di sana, kenapa lo bego’ banget sih? 3 tahun lo sama dia, tapi lo ngak tau apa yang dia rasa buat lo!! Sekarang apa? Percuma l sadari, Reihan udah nggak ada, puas lo sekarangkan? Reihan mati cuman buat lo tapi dia nggak pernah dapat apa yang dia mau dari lo!!”
“iya, gue tau gue emang bego’Tyo!! maafin gue”
“gue nggak pernah marah sama lo, gue marah sama diri gue sendiri, kenapa gue nggak bisa mencegah ini semua terjadi. Sekarang Reihan udah tenang di sana, dia emang udah mati dari kehidupan ini, tapi dia hidup didiri lo, dia ada di hati lo,,,”
“siapa???” jawab gue
“ini gue Dio”
dengan gontai gue buka tu pintu, seonggok daging pucat yang tertopang rangka itu gue temukan tepat di depan pintu kamar gue
“lo to, kapan lo pulang?” Tanya gue seraya jalan menuju ruang makan
“iya, baru semalam gue pulang, mana Reihan?? Kok nggak keliatan sih, gue kangen dia, uah lama gue nggak ketemudia”
“huft……”keluh gue seraya meletakkan segelas air putih di meja dan duduk secara bersamaan “ini ni waktu yang nggak pernah gue pengennin kehadirannya” gumam gue
“eh, lo udh sehatan sekarang kan?” Tanya gue mengalihkan pembicaraan
“ya, udah lebih baik lah, mana sih reihan tio? Gue kangen banget sama dia…”
“seberapa penting dia buat lo?? Dan apa artinya dia buat lo?”
“ya penting lah, gue sayang dia yo, gue baru sadar gue mencintai dia”
“trus, kenpa nggak dri dulu lo bilang ini ke dia?”
“gue nggak mungkin nyatain perasaan gue sementara waktu itu gue mau mati, gue ngak mau ngelukain siapapun yo”
“dan sekarang, lo tetep mau nyari dia???”
“iya, gue mau nyatain perasaan gue ke dia yo, lo bisakan bantuin gue??”
“kalau lo emang pengen ketemu dia, lo ikut gue sekarag jugak”
“kemana?”
“ntr lo jugak bakal tau kemana? Tunggu gue siap-siap dulu” gue bergegas kekamar, ganti baju dan lalu gue samber tumpukan surat yang Reihan kasi ke gue.
“yo gue masih nggak ngerti kita mau kemana” cetus Dio memacah heninganya sura jalanan yang saat itu gue lalui. Tapi gue memutuskan buat diem seribu bahasa. “sekarang apa lagi?? Masak kita kesini pagi2 sih yo??”
“ini tempat reihan sekarang, disini reihan tinggal” cetus gue gemetar seraya menunjuk gundukan tanah yang telah berlapis rumput hijau, sepertinya sengaja di tanam oleh sang pengelola pemakaman sehingga menghasilkan bentyk ang sangat rapi. “ini surat2 yang harus lo baca” . gue liat mata sayu itu berputar kesetiap sudut kertas, menelusuri apa yang tertuis di dalamnya. Lalu tubuh Dio lunglai terduduk disamping makam itu. “lo telat buat nangis, udah lebih dari sebulan dia terbujur di sana, kenapa lo bego’ banget sih? 3 tahun lo sama dia, tapi lo ngak tau apa yang dia rasa buat lo!! Sekarang apa? Percuma l sadari, Reihan udah nggak ada, puas lo sekarangkan? Reihan mati cuman buat lo tapi dia nggak pernah dapat apa yang dia mau dari lo!!”
“iya, gue tau gue emang bego’Tyo!! maafin gue”
“gue nggak pernah marah sama lo, gue marah sama diri gue sendiri, kenapa gue nggak bisa mencegah ini semua terjadi. Sekarang Reihan udah tenang di sana, dia emang udah mati dari kehidupan ini, tapi dia hidup didiri lo, dia ada di hati lo,,,”
By : Eka Fidia
No comments:
Post a Comment